BUDAYA
SALAM
Oleh
: Abdullah Arief Agata Kusuma
Berbudaya,
berbangsa, dan beragama sepatutnya menjadi keharmonisan dalam sebuah Negara,
saling mendukung, melengkapi, serta menjadi irama yang menciptakan nada-nada
keindahan dan mempesona dalam hidup bernegara, juga memberikan rasa aman,
nyaman, tentram, dan sejahtera bagi rakyat yang hidup didalamnya. Dengan
berbudaya kita mempunyai keanekaragaman adat istiadat maupun tata cara hidup
dan kebiasaan di daerah masing-masing. Dengan berbangsa kita bisa menyatukan
keanekaragaman tersebut menjadi sebuah melodi cinta dan kasih sayang dalam
bernegara. Dan dengan beragama kita dapat menaungi cara berbudaya dan berbangsa
di suatu daerah tersebut. Jika ketiganya dapat kita kemas dalam satu-kesatuan,
maka suatu Negara yang majemuk ini akan mempunyai identitas yang dapat
dijadikan teladan oleh bangsa-bangsa lainnya.
Pada
zaman ini, tidak sedikit orang yang mengesampingkan cara berbudaya dan
berbangsa dengan kefanatismean terhadap sesuatu hal yang diyakininya. Sapaan,
istilah-istilah percakapan dalam keseharian, hingga salam. Pada tulisan ini
saya akan menyinggung tentang sebuah budaya yang begitu khas dan bertata krama
bagi orang Indonesia sendiri, yaitu budaya
salam. Ucapan salam telah menjadi budaya yang baik dan turun temurun di
Negara Indonesia yang majemuk ini.
Indonesia
adalah Negara yang rakyatnya sungguh beraneka ragam, layaknya pelangi yang
penuh warna namun tetap solid dan satu tujuan, yaitu memancarkan pesona
keindahan. Dari sabang sampai merauke, orang Indonesia mempunyai ucapan salam
yang beraneka ragam pula dan menjadi
kebiasaan yang telah mentradisi dengan baik dari masa ke masa, misalnya orang
jawa kalau mau bertamu ‘kulo nuwun’,
orang sunda ‘punten’ ‘sampurasun-rampes’, orang bima ‘sabaten’, orang bali ‘om swastiastu’. Masing-masing salam
tersebut mempunyai asal-usul tersendiri, entah dari legenda, dari religiusitas,
keyakinan, hingga hanya warisan turun-temurun yang tak diketahui asal-usulnya.
Mereka akan memakainya dalam komunikasi dengan golongannya yang paham dan
mengerti dengan budaya salam di masing-masing daerahnya. Ketika beragama kita
juga mempunyai bentuk salam tersendiri pula, ‘Assalamu’alaikum’ untuk orang Islam, ‘Shalom’ untuk orang Kristen, ‘Om
swastiastu’ untuk orang Hindu dan telah menjadi tradisi serta kebudayaan di
Bali, dan lain sebagainya. Akan tetapi dari kesemua perbedaan salam tersebut
bahasa Indonesialah yang menjadi pemersatu dari keanekaragaman budaya dan
tradisi.
Saya
sebagai muslim yang hidup di Indonesia, ingin menyinggung tentang ucapan salam
yang menjadi tradisi dan budaya dari agama kami, yaitu ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’. Dan berusaha menjadi
warga negara yang baik yang mencintai tanah airnya. Sebenarnya ucapan ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’
memanglah sangat-sangat dianjurkan seperti hadits-hadits Nabi dibawah ini :
Rasulullah saw. Bersabda “Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak
dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai. Salah satu bentuk kecintaan
adalah menebar salam antar sesama muslim.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw. Bersabda “Salam
itu adalah sebagian dari nama-nama Allah, sengaja Allah meletakkannya di Bumi
ini, oleh karena itu maka tebarkanlah salam diantara kamu sekalian.
Sesungguhnya seorang lelaki itu apabila ia melewati suatu kaum, lalu ia
bersalam kepada mereka dan mereka menjawab salamnya, maka ia mendapatkan
kelebihan satu derajat diatas mereka oleh sebab ia mengingatkan mereka tentang
bersalam. Dan apabila mereka tidak menjawub salamnya, maka salamnya itu akan
dijawab oleh orang-orang yang lebih baik dan lebih utama dari mereka.” (HR.
Imam Baihaqi dari Ibnu Mas’ud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka
hendaklah memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan saudaranya terhalang
pepohonan, dinding atau bebatuan; kemudian mereka berjumpa kembali, maka
ucapkan salam kepadanya” (HR. Abu Daud).
Seseorang pernah bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Ya Rasulullah, jika dua orang bertemu muka, manakah di antara
keduanya yang harus terlebih dahulu memberi salam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Yang lebih dekat kepada Allah (yang berhak terlebih dahulu memberi
salam)” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah bersabda, ”Seutama-utama manusia bagi Allah adalah yang mendahului salam” (HR.
Abu Daud dan Tirmidzi)
Karena beberapa hadits
inilah yang akhirnya menjadi tradisi dan budaya umat Islam. Namun saya pribadi
mengkritisi ucapan salam ‘Assalamu’alaikum
warahmatullohi wabarokatuh’, jika mengucapkannya tidak berdasarkan
pemahaman mendalam tentang agama yang cukup, sebab ucapan ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’ bukanlah sembarang
salam dan seenaknya menjadi kebiasaan salam pada umumnya seperti ‘kulo nuwun’, atau ‘monggo’, dll. Akan tetapi ucapan ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’ mempunyai tata cara
tersendiri, yaitu :
1.
Dalam kitab Lubabul
Hadits Bab 18 tertulis bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Salam itu sebelum
perkataan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa mendahulukan
perkataan sebelum dia mengucap salam, maka tidak perlu dijawab.”
Hadits yang hampir
sama maksudnya diriwayatkan oleh Ibnu Najjar dari Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Memberi salam itu sebelum
bertanya, maka barangsiapa yang memulai kepada kamu dengan
pertanyaan-pertanyaan sebelum memberi salam, maka janganlah kamu jawab
(pertanyaan itu).”
2.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Riwayat
Bukhary adalah sebagai berikut:
a)
Orang yang
berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan
b)
Orang yang berjalan
memberi salam kepada orang yang duduk
c)
Rombongan yang sedikit
memberi salam kepada rombongan yang lebih banyak
d)
Yang kecil (muda)
memberi salam kepada yang besar (tua)
3.
Tidak mengucapkan
salam saat di WC (toilet) atau saat buang hajat berdasarkan hadits Riwayat
Muslim.
Ibnu Umar menyebutkan “Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang
buang air kecil dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya.”
4.
Tidak boleh memberi
salam dengan ucapan ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’
kepada orang non muslim terlebih dahulu karena ucapan ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’ sekaligus menjadi do’a
memohonkan keselamatan untuk orang yang diberi salam tersebut karena arti dari
salam tersebut adalah “Semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah dianugerahkan
Allah kepada kalian”, dan hal ini menjadi dasar mengapa tidak boleh
mengucapkan salam ‘Assalamu’alaikum
warahmatullohi wabarokatuh’ kepada non muslim. Adapun haditsnya seperti di
bawah ini :
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah
kalian mengucapkan salam lebih dahulu kepada Yahudi dan Nasrani” (HR.
Muslim)
Dan juga firman Allah
dalam Al Qur’an Surat At-Taubah ayat 113 yang artinya “Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan
ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik
itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang
musyrik itu adalah penghuni neraka jahim”
Dari beberapa penjelasan diatas, kita akan
tahu bahwasanya salam dengan ucapan ‘Assalamu’alaikum
warahmatullohi wabarokatuh’ memang bukanlah sebuah budaya di Indonesia,
tapi lebih cenderung mengarah kepada segi ritualitas ibadah umat muslim. Karena
hal ini adalah sebuah ibadah yang begitu dianjurkan maka tidak ada larangan
untuk membiasakan beribadah mengucap salamdengan ucapan ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’. Namun saya sebagai
penulis khawatir dengan adanya ucapan salam ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’ akan mengesampingkan
budaya salam yang telah mentradisi di Indonesia hingga kata sapaan terhadap
kawannya jadi berubah seperti ‘akhi’,
‘ukhti’, dll. Maka dari itu saya
mencoba memberikan solusi yaitu ketika dalam sebuah forum seperti seminar,
presentasi, pidato, dan acara seremonial lainnya, jika kita mengucap salam ‘Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokatuh’
sebagai bentuk ibadah kita maka setelahnya kita juga mengucapkan salam dengan
tradisi atau budaya daerah setempat sebagai bentuk pemartabatan bahasa, karena
ada hadits tentang mencintai tanah air, dan salah satunya adalah dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai bahasa atau memartabatkan bahasa dari tanah air
tersebut. Inilah beberapa dalil yang dapat kita jadikan pedoman untuk mencintai
tanah air kita ini.
1.
Rasulullah
Saw. bersabda: “Hubbul wathan minal iman” (Cinta tanah air itu bagian dari
iman). Cinta adalah sumber dari rasa tanah air adalah sumber dari materi. Iman
adalah sumber dari semua agama. Hadits di atas termaktub setidaknya di 6 kitab,
yaitu:
1)
Dalil al-Falihin Syarh Riyadh ash-Shalihin jilid 1 halaman 26.
2)
Ad-Durar al-Muntasyirah hadits nomor 189.
3)
Al-Maqashid al-Hasanah hadits nomor 391.
4)
Kasyf al-Khafa hadits nomor 2011.
5)
Al-Asrar al-Marfu’ah hadits nomor 168.
6)
Tadzkirat al-Maudhu’ah jilid 2 halaman 128.
2.
Dalam
QS. al-Baqarah ayat 126, Allah Swt. berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim As. berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rizki dari buah-buahan
kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”
3.
Nabi
Ibrahim As. berdoa agar tanah airnya: a) Menjadi negeri yang aman sentosa, b)
Penduduknya dilimpahi rizki, c) Penduduknya iman kepada Allah dan hari akhir.
Dalam ayat yang
lain yang serupa dengan ayat di atas ada di QS. Ibrahim ayat 35: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim As. berkata:
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman. Dan jauhkanlah
aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.”
Ini menunjukkan
Nabi Ibrahim As. adalah seseorang yang begitu mendalam mencintai tanah airnya.
Kemudian di dalam QS. an-Nahl ayat 123 kita diperintah mengikuti millah (jejak)
NabiI brahim As. : “Kemudian Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad Saw.): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.
”Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
4.
Nabi
pernah berdo’a ketika di Madinah : “Ya
Allah jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami pada Makkah, atau
melebihi cinta pada Makkah.” (HR. Bukhari)
5.
Di
dalam kitab Al Muqtathofat li Ahlil Bidayat yang dikutip oleh al-Hafidz al
Haitsami dalam Bughyat al-Harits 1/460, demi Allah, sesungguhnya engkau (Kota
Makkah) adalah tanah yang paling aku cintai. Andai aku tidak diusir maka aku
tidak akan meninggalkanmu.
Oleh karena itu,
kita harus mewujudkan persatuan dan kesatuan, meskipun berbeda jenis, golongan,
suku, dan agama. Salah satunya dengan cara menjaga tradisi, kebiasaan, budaya
baik yang telah ada, dan mengadopsi budaya baru yang lebih baik, yaitu yang
saya maksudkan pada tulisan saya kali ini adalah dalam rangka pemartabatan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.
DAFTAR
RUJUKAN
Ahmad, Assayyid. 1996. Tarjamah Mukhtarul Ahadits. Bandung. PT. Alma’arif
Al Qur’anul Karim
Muslimedianews.com
Muslim, Abi Husain. 1998. Mukhtashor Shohih Muslim. Beirut. Dar al-Kotob al-Ilmiyah
Mustamar, Marzuqi. 2014. Dalil-dalil Praktis Amaliyah Nahdliyah. Surabaya. Muara Progresif.
Mustamar, Marzuqi. 2008. Al Muqtathofat li Ahlil Bidayat. Malang. PP. Sabilurrosyad
Suyuthi, Jalaluddin. Lubabul Hadits. Surabaya. Al-Hidayah.